Quantcast
Channel: Manajemen K3 Umum
Viewing all 57 articles
Browse latest View live

Partisipasi dan Konsultasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

$
0
0

Perusahaan mengikutsertakan seluruh personil di bawah kendali perusahaan untuk berperan aktif dalam partisipasi dan konsultasi mengenai penerapan K3 di tempat kerja.

Partisipasi/konsultasi personil dapat dilakukan secara berkelompok maupun individu. Partisipasi secara kelompok dapat dilaksanakan melalui rapat (pertemuan) yang dijadwalkan secara rutin maupun non-rutin oleh Perusahaan atau Manajemen Representatif penerapan K3 di tempat kerja. Sedangkan partisipasi/konsultasi secara individu dapat dilaksanakan melalui menghubungi langsung Manajemen Representatif penerapan K3 di tempat kerja untuk dikonsultasikan lebih lanjut ke Manajemen Atas atau dapat dilaksanakan melalui media lain yang telah disiapkan Manajemen Perusahaan. Partisipasi/konsultasi secara individu juga dapat dilaksanakan melalui rapat (pertemuan) K3 rutin maupun non-rutin.

Partisipasi dan Konsultasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Ilustrasi Partisipasi & Konsultasi K3

Partisipasi/konsultasi juga melibatkan pihak luar seperti pengunjung, tamu, kontraktor ataupun pemasok maupun pihak ke tiga yang bekerja sama dengan Perusahaan dalam hal-hal yang berkaitan dengan penerapan K3 di wilayah perusahaan.

Partisipasi/konsultasi personil dapat meliputi hal-hal sebagai berikut :

  1. Konsultasi mengenai pilihan dalam pengendalian bahaya di tempat kerja.
  2. Rekomendasi peningkatan kinerja K3.
  3. Konsultasi mengenai perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi penerapan K3 di tempat kerja yang dapat menimbulkan bahaya baru atau bahaya tidak biasa lainnya.

Partisipasi/konsultasi dengan pihak luar meliputi hal-hal sebagai berikut :

  1. Bahaya-bahaya baru atau bahaya tidak biasa lainnya di tempat kerja.
  2. Perubahan manajemen (perubahan pengendalian, operasi, material/bahan/alat/mesin, tanggap darurat, peraturan dan persyaratan lainnya).
  3. Bahaya-bahaya lain yang dapat mempengaruhi wilayah sekitar Perusahaan maupun yang bersumber dari wilayah sekitar Perusahaan.

Program Zero Accident (Kecelakaan Nihil) di Tempat Kerja

$
0
0

Program zero accident (kecelakaan nihil) ialah tanda penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil dalam melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan (zero accident).

Program Zero Accident (Kecelakaan Nihil) di Tempat Kerja (Perusahaan)

Penghargaan Zero Accident

Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerjatanpa menghilangkan waktu kerja.

Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan dalam bentuk piagam dan plakat yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Dasar Hukum pelaksanaan program zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja antara lain :

  1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  2. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
  3. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  4. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
  5. Kepmenaker RI no 463 Tahun 1993 tentang Pola Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Kriteria/kategori/kelompok Perusahaan peserta program zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja antara lain :

  1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 (seratus) orang.
  2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50 (lima puluh) orang sampai dengan 100 (seratus) orang.
  3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49 (empat puluh sembilan) orang.

Kriteria/kategori/kelompok kecelakan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident (kecelakaan nihil) antara lain :

  1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali bekerja dalam waktu 2 x 24 jam.
  2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja) yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal berikutnya.

Tidak termasuk dalam kriteria/kategori/kelompok kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja antara lain :

  1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena perang, bencana alam ataupun hal-hal lain di luar kendali perusahaan.
  2. Kehilangan waktu kerja karena proses medis tenaga kerja.

Perhitungan kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja menurut program zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Kehilangan waktu kerja karena bagian tubuh cacat tetap (permanen) :
    Tangan dan Jari Tangan (hari)
    Amputasi seluruh atau sebagian dari tulangIbu JariTelunjukTengahManisKelingking
    Ruas ujung300100756050
    Ruas tengah-200150120100
    Ruas pangkal600400300240200
    Telapak (antara jari-jari dan pergelangan)900600500450-
    Tangan sampai pergelangan3000

    Kaki dan Jari Kaki (hari)
    Amputasi seluruh atau sebagian dari tulangIbu JariJari-Jari Lainnya
    Ruas ujung15035
    Ruas tengah-75
    Ruas pangkal300150
    Telapak (antara jari-jari dan pergelangan)600350
    Kaki sampai pergelangan2400

    Lengan (hari)
    Tiap bagian dari pergelangan sampai siku3600
    Tiap bagian dari atas siku sampai sambungan bahu4500

    Tungkai Kaki (hari)
    Tiap bagian dari atas mata kaki sampai lutut3000
    Tiap bagian dari atas lutu sampai pangkal paha4500

    Kehilangan Fungsi (hari)
    Satu mata1800
    Kedua mata dalam satu kasus kecelakaan kerja6000
    Satu telinga600
    Kedua telinga dalam satu kasus kecelakaan kerja3000

    Lumpuh Total & Kematian (hari)
    Lumpuh total permanen6000
    Kematian6000

    *catatan : untuk setiap luka ringan dimana tidak terdapat amputasi tulang, maka kerugian hari kerja ialah jumlah sesungguhnya selama tenaga kerja tidak mampu bekerja.

  2. Kehilangan waktu kerja dimana tenaga kerja tidak mampu bekerja kembali pada shift normal berikutnya sesuai jadwal kerja.

Perhitungan keseluruhan jam kerja dimulai sejak terjadinya kecelakaan kerja (insiden) yang dapat mengakibatkan angka perhitungan jam kerja menjadi 0 (nol) yaitu kriteria kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja, dan bertambah secara kumulatif sesuai jam kerja yang dicapai.

Perhitungan jam kerja keseluruhan meliputi semua jam kerja nyata tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan perusahaan termasuk kontraktor dan sub-kontraktornya pada masing-masing bidang pekerjaan.

Ketentuan pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) antara lain :

  1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja.
  2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 1.000.000 (satu juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
  3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 300.000 (tiga ratus ribu) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
  4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan kontraktor utama yang telah selesai melaksanakan pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja dengan waktu pelaksanaan kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-kontraktor merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama. Apabila terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan hilangnya waktu kerja baik pada perusahaan kontraktor utama maupun pada perusahaan-perusahaan sub-kontraktor, maka seluruh jam kerja yang telah dicapai menjadi 0 (nol) secara bersama.

Tata cara pengajuan serta penilaian untuk memperoleh penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) antara lain :

  1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama 3 (tiga) tahun.
  2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia c.q. Direktur Jenderal Binawas melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
  3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut :
    • Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan.
    • Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur tahunan.
    • Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan.
    • Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan.
  4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap data-data yang diajukan perusahaan.
  5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi perusahaan meliputi :
  6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia untuk selanjutnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
  7. Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diserahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia ataupun pejabat lain yang ditunjuk.
  8. Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) menjadi beban perusahaan bersangkutan.
  9. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari perusahaan bersangkutan.

Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko K3 PDF Download

$
0
0

Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko K3 merupakan sebuah prosedur yang wajib disusun untuk memenuhi kriteria OHSAS 180001:2007 klausul 4.3.1. Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control.

Prosedur ini merupakan langkah awal dari perencanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja. Dari hasil identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko K3 dapat ditentukan langkah-langkah lanjutan yang diperlukan untuk membangun SMK3 di tempat kerja.

Secara umum prosedur identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko K3 meliputi hal sebagai berikut :

  1. Pengumpulan data :
  • Denah/Peta Lokasi Perusahaan.
  • Kebijkan K3.
  • Struktur Organisasi Perusahaan.
  • Diagram Alir Proses.
  • Prosedur, Instruksi Kerja serta peralatan yang digunakan.
  • Komposisi Tenaga Kerja.
  • Daftar Fasilitas Umum dan Fasilitas Penunjang Operasional Perusahaan.
  • Daftar mesin tenaga dan produksi.
  • Daftar pesawat uap dan bejana tekan yang digunakan
  • Daftar alat berat dan kendaraan operasional yang digunakan.
  • Daftar bahan baku.
  • Daftar produk.
  • Daftar sampah, limbah dan emisi yang dihasilkan.
  • Laporan Insiden sebelumnya.
  • Masukan/informasi dari tenaga kerja ataupun pihak ke-3 di luar Perusahaan.
  • Aktivitas keamanan, lalu-lintas, lingkungan dan situasi darurat.
  • Perizinan, Perundang-undangan dan kontrak dengan pihak ke tiga.
  • Daftar pihak lain yang beraktivitas di wilayah Perusahaan.
  • Perubahan Manajemen, dsj.
  • Melaksanakan observasi lapangan.
  • Melaksanakan identifikasi bahaya berdasarkan 5 faktor bahaya di tempat kerja.
  • Melaksanakan penialaian resiko berdasarkan matriks resiko.
  • Menentukan pengendalian resiko berdasarkan 5 hierarki pengendalian resiko/bahaya K3.
  • Melaporkan hasil identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko kepada pimpinan perusahaan.
  • Download :

    Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko K3.doc (81 Kb).

    Form Terkait

    Form Identifikasi Bahaya, Penialaian Resiko dan Pengendalian Resiko.

    Diagram alir Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko

    Diagram Alir Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko K3

    Diagram Alir Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko K3

    Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko preview:

    Contoh Form Laporan Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya

    $
    0
    0

    Form Laporan Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya digunakan untuk mencatat dan melaporkan hasil identifikasi peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi serta persyaratan lain yang berhubungan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) termasuk di dalamnya kontrak-kontrak dengan pihak ke tiga maupun aturan-aturan lain yang diadopsi.

    Sehingga dengan form ini dapat dipantau tingkat pemenuhan (kesesuaian) pelaksanaan K3 di tempat kerja dengan izin-izin, peraturan perundang-undangan, persyaratan dalam kontrak pihak ke tiga dan persyaratan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan K3 di tempat kerja.

    Terdapat beberapa parameter dalam identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang digunakan untuk mengukur tingkat pemenuhan (kesesuaian) antara lain :

    1. Sektor Bisnis Perusahaan.
    2. Aktivitas-aktivitas operasional Perusahaan.
    3. Produk-produk yang dihasilkan Perusahaan.
    4. Proses-proses produksi dan proses-proses penunjang lainnya.
    5. Daftar fasilitas umum dan penunjang operasional Perusahaan.
    6. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan dalam aktivitas Perusahaan.
    7. Daftar bahan-bahan/material yang digunakan dalam aktivitas operasional Perusahaan.
    8. Daftar dan alokasi tenaga kerja.
    9. Lokasi dan denah perusahaan, dsj.

    Download Form Identifikasi Perundang-undangan dan Persyaratan K3 Lainnya

    P-FRM-K3-003 Identifikasi Perundang-undangan dan Persyaratan K3 Lainnya.doc (90 Kb)

    Berikut ini ialah contoh form laporan identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya :

    Contoh Form Laporan Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya

    Contoh Form Laporan Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya

    Prosedur Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Lainnya PDF Online Download

    $
    0
    0

    Prosedur K3 Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya digunakan untuk mengatur tata-cara identifikasi perizinan K3 yang diperlukan, perundang-undangan yang wajib dipenuhi serta persyaratan lainnya baik dari kontrak pihak ke tiga maupun aturan-aturan lainnya yang berhubungan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)yang digunakan untuk penerapan K3 di tempat kerja.

    Sampul Depan

    Sampul Depan

    Secara umum prosedur memuat beberapa kegiatan sebagai berikut :

    1. Pengumpulan data :
      • Denah/Peta Lokasi Perusahaan.
      • Struktur Organisasi Perusahaan.
      • Diagram Alir Proses.
      • Komposisi Tenaga Kerja.
      • Daftar Fasilitas Umum dan Fasilitas Penunjang Operasional Perusahaan.
      • Daftar mesin tenaga dan produksi.
      • Daftar pesawat uap dan bejana tekan yang digunakan
      • Daftar alat berat dan kendaraan operasional yang digunakan.
      • Daftar bahan baku.
      • Daftar produk.
      • Daftar sampah, limbah dan emisi yang dihasilkan.
      • Laporan-laporan Insiden
    2. Mengunjungi kantor instansi pemerintahan setempat untuk mengkonsultasikan perizinan dan perundangan yang diperlukan :
      • Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.
      • Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
      • Badan Lingkungan Hidup.
      • Dsb.
    3. Meninjau kontrak kerjasama dengan pihak ke tiga untuk mengetahui persyaratan mana saja yang wajib dipenuhi berkaitan dengan pelaksanaan K3 di tempat kerja.
    4. Mencatat hasil identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya.
    5. Melaporkan hasil identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya kepada Pimpinan Perusahaan

    Download

    Prosedur Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya.doc (55 Kb)

    Form terkait

    Form Laporan Identifikasi Peraturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya.

    Prosedur identifikasi perundang-undangan dan persyaratan lain preview :

    Faktor Penyebab Kebakaran dan Upaya Pencegahan Kebakaran

    $
    0
    0

    Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada tempat, situasi dan waktu yang tidak diinginkan dan umumnya bersifat merugikan dan sulit dikendalikan.

    Faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran diantaranya ialah :

    Faktor Penyebab Kebakaran dan Upaya Pencegaha Kebakaran

    Ilustrasi Kebakaran

    1. Faktor terjadinya kebakaran karena alam :
      • Petir (misal : sambaran petir pada bahan mudah terbakar).
      • Gempa bumi (misal: gempa bumi yang mengakibatkan terputusnya jalur gas bahan bakar)
      • Gunung meletus (dikarenakan lava pijar yang panas membakar tumbuhan kering disekitarnya).
      • Panas matahari (misal : panas matahari yang memantul dari kaca cembung ke dedaunan kering di sekitarnya).
      • Dsj.
    2. Faktor terjadinya kebakaran karena manusia :
      • Disengaja (pembalakan liar, balas dendam, dsj).
      • Kelalaian (lupa mematikan tungku pembakaran saat akan meninggalkan rumah, dsj).
      • Kurang pengertian (membuang rokok sembarangan, merokok di dekat tempat pengisian bahan bakar, dsj).
    3. Fartor penyebab kebakaran karena binatang : tikus, kucing dan binatang peliharaaan lainnya yang berpotensi menimbulkan kebakaran akibat terdapat sumber api di sekitar rumah tanpa pengawasan, dsj.

    Oleh karena sifat kebakaran dimana mengakibatkan banyak kerugian, maka untuk mencegah terjadinya kebakaran dapat diupayakan langkah-langkah sebagai berikut :

    1. Mengadakan penyuluhan mengenai bahaya kebakaran dari pemerintah kepada masyarakat.
    2. Pengawasan bersama terhadap segala potensi-potensi kebakaran secara bersama-sama saling mengingatkan.
    3. Menyediakan sarana pemadam kebakaran aktif maupun pasif di area yang berpotensi tinggi terjadi kebakaran.

    Dengan demikian dapat diupayakan pencegahan kebakaran secara dini.

    Bahaya dan Kerugian Kebakaran

    $
    0
    0

    Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada tempat, situasi dan waktu yang tidak diinginkan dan umumnya bersifat merugikan dan sulit dikendalikan.

    Kejadian kebakaran baik itu kebakran kecil ataupun kebakaran besar terdapat beberapa bahaya di dalamnya yang patut kita ketahui untuk keselamatan

    Di antaran bahaya-bahaya kebakaran tersebut antara lain ialah :

    Bahaya Kebakaran dan Kerugian Kebakaran

    Ilustrasi Bahaya Kebakaran

    1. Api (jilatan api yang dapat membakar kulit/tubuh).
    2. Suhu panas (dapat menyebabkan hipertermia).
    3. Asap (dapat menyebabkan sesak nafas dan mengganggu pengelihatan).
    4. Gas-gas beracun (dapat menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya).
    5. Runtuhan bangunan (dapat menimpa korban yang terjebak di dalamnya sewaktu-waktu).
    6. Ledakan (bahan mudah meledak di sekitar area kebakaran dapat melukai apa saja di dekatnya).
    7. Dsj.

    Di samping bahaya kebakaran di atas, kebakaran juga dapat menimbulkan kerugian yang diantaranya ialah sebagai berikut :

    1. Manusia (korban jiwa pada kejadian kebakaran).
    2. Material (nilai bangunan dan aset yang rusak disebabkan kejadian kebakaran).
    3. Lingkungan (flora dan fauna yang musnah karena kejadian kebakaran, efek termal kebakaran serta peningkatan gas CO2 dan polusi).
    4. Ekonomi (kerugian finansial akibat tidak mampu berjalannya bisnis dampak dari kejadian kebakaran).
    5. Sosial (PHK massal dikarenakan kebangkrutan bisnis dampak dari kejadian kebakaran).
    6. Dsj.

    Job Safety Analysis (JSA)

    $
    0
    0

    Job Safety Analysis (JSA) atau dikenal juga dengan Job Hazard Analysis merupakan upaya untuk mempelajari/menganalisa dan serta pencatatan tiap-tiap urutan langkah kerja suatu pekerjaan, dilanjutkan dengan identifikasi potensi-potensi bahaya di dalamnya kenudian diselesaikan dengan menentukan upaya terbaik untuk mengurangi ataupun menghilangkan/mengendalikan bahaya-bahaya pada pekerjaan yang dianalisa tersebut.

    Dengan menyusun/menerbitkan dan mensosialisasikan Job Safety Analysis pada tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja.

    Langkah-langkah dalam menyusun JSA (Job Safety Analysis) antara lain :

    1. Menentuan Jenis Pekerjaan

      Pekerjaan yang memiliki riwayat kecelakaan kerja paling parah ataupun sering merupakan prioritas utama untuk dianalisa keselamatannya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pekerjaan yang akan dianalisa ialah sebagai berikut :

      • Tingkat keseringan kecelakaan kerja.
      • Tingkat kecelakaan yang menyebabkan cacat.
      • Potensi keparahan kecelakaan kerja.
      • Pekerjaan yang bersifat baru.
      • Pekerjaan yang memiliki riwayat hampir celaka (nearmiss).
    2. Merinci urutan-urutan / langkah-langkah pekerjaan dari awal dimulai pekerjaan sampai dengan selesainya pekerjaan.
    3. Mengidentifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja terhadap tiap-tiap urutan kerja yang dilakukan.
    4. Menentukan langkah pengendalian terhadap bahaya-bahaya tiap urutan kerja yang dilakukan.

    Berikut ialah contoh JSA (Job Safety Analysis) :

    Contoh Job Safety Analysis (JSA)

    Contoh Job Safety Analysis (JSA)


    Pengertian & Dasar Hukum P3K

    $
    0
    0

    Pengertian pertolongan pertama ialah pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit ataupun cedera (kecelakaan) yang memerlukan penanganan medis Dasar. Sedangkan pengertian medis dasar ialah tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki oleh orang awam atau orang awam yang terlatih secara khusus.

    Dasar hukum mengenai pertolongan pertama belum diatur secara khusus, namun umumnya merujuk pasal 531 KUHP yang menyebutkan bahwa Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 535, 566.

    Dalam pelaksanaan pertolongan pertama terdapat beberapa tujuan, di antaranya ialah sebagai berikut :

    1. Menyelamatkan jiwa penderita.
    2. Mencegah kecacatan.
    3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.

    Dalam pertolongan pertama terdapat pelaku pertolongan pertama yang artinya ialah penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian, yang memiliki kemampuan dan terlatih dalam kemampuan medis dasar.

    Kewajiban pelaku pertolongan pertama antara lain :

    1. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang lain di sekitarnya.
    2. Dapat menjangkau penderita baik dalam kendaraan, kerumunan massa maupun bangunan.
    3. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
    4. Meminta bantuan ataupun rujukan apabila diperlukan.
    5. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban.
    6. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
    7. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
    8. Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
    9. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasikan.

    Pelaku pertolongan pertama dalam melaksanakan tugasnya memerlukan peralatan dasar untuk digunakan. Oleh karena penderita dapat saja mengeluarkan ceceran darah ataupun cairan tubuh lainnya yang memiliki potensi sumber penyakit, maka pelaku penolong pertama memerlukan APD (Alat Perlindungan Diri) yang di antaranya ialah :

    1. Sarung tangan lateks.
    2. Kacamata pelindung.
    3. Baju pelindung.
    4. Masker.
    5. Helm (untuk melindungi apabila menolong di tempat yang rawan akan jatuhnya benda dari atas seperti runtuhan bangunan,dsj).

    Selain APD, penolong pertama juga menggunakan peralatan penolong dalam menjalankan tugasnya di antaranya ialah :

    1. Penutup luka :
      • Kasa steril.
      • Bantalan Kasa.
    2. Pembalut luka :
      • Pembalut gulung (pita).
      • Pembalut segitiga (mitella).
      • Pembalut tubuller (tabung).
      • Pembalut rekat (plester).
    3. Cairan antiseptik :
      • Alkohol 70%.
      • Betadine.
    4. Cairan pencuci mata (boorwater).
    5. Bidai dan peralatan stabilitas tubuh lainnya.
    6. Gunting pembalut.
    7. Pinset.
    8. Senter.
    9. Kapas.
    10. Selimut.
    11. Oksigen.
    12. Tensimeter.
    13. Stetoskop.
    14. Tandu.
    15. Alat Tulis.

    Kemampuan berimprovisasi pelaku penolong pertama juga diperlukan apabila tidak ditemukan alat-alat di atas di lokasi kejadian sehingga dapat mencari alat lain sesuai fungsinya serta aman untuk digunakan.

    Sarung Tangan Lateks

    Sarung Tangan Lateks

    Kacamata & Masker Pelindung

    Kacamata & Masker Pelindung

    Baju Pelindung P3K

    Baju Pelindung P3K

    Gunting P3K

    Gunting P3K

    Pinset P3K

    Pinset P3K

    Kotak P3K

    Kotak P3K

    Oksigen Portabel

    Oksigen Portabel

    Penilaian Keadaan dan Penderita Pada P3K

    $
    0
    0

    Penilaian penderita merupakan langkah awal dalam pelaksanaan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Penilaian tersebut mencakup penilaian terhadap keadaan penderita juga terhadap kondisi / situasi keseluruhan pada saat kejadian. Pelaksanaan P3K sangat bergantung pada hasil penilaian tersebut sehingga penilaian menjadi penting untuk dilakukan sebaik-baiknya tanpa terlewat.

    Penilaian-penilaian tersebut secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut:

    A. Penilaian Keadaan

    Penilaian keadaan bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang kejadian kecelakaan. Penilaian keadaan juga bertujuan untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung ataupun mendukung pelaksanaan pertolongan pertama. Disamping hal itu, penilaian keadaan juga perlu menilai mengenai bahaya lain yang dapat terjadi baik terhadap penderita, penolong maupun orang lain di sekitar tempat kejadian.

    Pada tahap ini penolong juga perlu melakukan langkah-langkah pengamanan lokasi, penderita, diri sendiri maupun orang lain di tempat kejadian. Selain hal tersebut penolong juga menilai bantuan apa saja yang diperlukan jika dianggap perlu dan memungkinkan.

    B. Penilaian Dini

    1. Kesan Umum
      • Kasus trauma : kasus yang disbabkan ruda-paksa. Memiliki tanda-tanda yang terlihat jelas atau teraba, misal : luka terbuka, memar, patah tulang dan sejenisnya yang dapat disertai juga gangguan kesadaran dan sejenisnya.
      • Kasus Medis : kasus yang diderita seseorang tanpa ada riwayat ruda-paksa. Misal : sesak nafas, pingsan, dsj. Penolong perlu mencari tahu riwayat gangguan penderita dari saksi maupun keluarga penderita.
    2. Respon

      Merupakan respon yang ditunjukkan oleh penderita

      • Awas : sadar dan tanggap terhadap orang, waktu dan tempat.
      • Suara : penderita hanya bisa merespon apabila dipanggil atau mendengar suara. Adapula dimana penderita tidak dapat menjawab namun dapat mengikuti perintah sederhana.
      • Nyeri : penderita hanya bereaksi terhadap rangsangan nyeri yang diberikan, misal : cubitan kuat, tekanan pada tengah tulang dada, dsj. Reaksi yang ditunjukkan penderita dapat berupa erangan maupun gerakan ringan terhadap daerah rangsangan nyeri.
        Pemeriksaan Respon Nyeri

        Pemeriksaan Respon Nyeri

      • Tidak respon : penderita tidak menunjukkan reaksi apapun terhadap rangsangan apapun yang diberikan penolong.
    3. Jalan Nafas

      Memastikan jalan nafas penderita terbuka dan bersih.

      • Penderita respon : memperhatikan ada tidaknya gangguan suara, berbicara ataupun suara tambahan di luar suara normal. Dapat dinilai juga apakah penderita dapat mengucapkan suatu kalimat tanpa terputus.
      • Penderita tidak respon : jika penderita dipastikan tidak terdapat cedera leher, maka gunakan angkat dagu tekan dahi untuk melihat apakah ada benda yang menghalangi jalur nafas pada mulut/hidung penderita. Lihat, dengar dan rasakan pernafasan penderita apakah bernafas secara normal. Pernafasan normal manusia dewasa : 12 - 20 kali per menit, pada anak-anak : 15 - 30 kali/menit dan pada bayi : 25 - 50 kali/menit.
        Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi

        Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi

        Penilaian Pernafasan

        Penilaian Pernafasan

    4. Sirkulasi dan Perdarahan Berat

      Melakukan penilaian apakah jantung bekerja dengan normal dan tidak terdapat perdarahan yang dapat mengancam nyawa penderita.

      • Penderita respon : periksa nadi pergelangan tangan (radial). Pemeriksaan pada bayi ialah dengan memeriksa nadi pada bagian dalam lengan atas (brankial).
      • Penderita tidak respon : periksa nadi leher (karotis). Pada bayi tetap dilakukan pemeriksaan terhadap nadi brankial. Denyut nadi manusia dewasa : 60 - 90 kali/menit, pada anak : 80 - 150 kali/menit, bayi : 120 - 150 kali/menit.
        Pemeriksaan Nadi Radial

        Pemeriksaan Nadi Radial

        Pemeriksaan Nadi Karotis

        Pemeriksaan Nadi Karotis

    Penilaian dini harus diselesaikan dan semua keadaan yang mengancam nyawa harus sudah ditangani sebelum melanjutkan ke pemeriksaan selanjutnya (Pemeriksaan Fisik).

    C. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan cara melihat, meraba dan mendengarkan. Pemeriksaan fisik dilaksanakan secara menyeluruh terhadap bagian tubuh penderita. Mulai dari kepala, mata, telinga, mulut, leher, dada, perut, punggung, panggul, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah, kondisi dan warna kulit, suhu tubuh (normal : 37 derajat Celcius), tekanan darah (normal dewasa : 60/100 mmHg - 90/140 mmHg). Pemeriksaan fisik juga ditujukan untuk mengetahui :

    1. Perubahan bentuk.
    2. Luka terbuka.
    3. Nyeri tekan.
    4. Bengkak.
    D. Riwayat Penderita

    Pelaksanaan wawancara dapat dilakukan untuk mengetahui riwayat penderita. Wawancara dapat dilakukan dengan penderita dengan respon yang baik, keluarga maupun saksi di lokasi kejadian. Penilaian riwayat merupakan hal yang penting untuk kasus medis. Penilaian riwayat secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut :

    1. Keluhan utama.
    2. Obat-obatan yang diminum.
    3. Makanan/Minuman terakhir sebelum kejadian.
    4. Penyakit yang sedang/pernah diderita.
    5. Riwayat alergi.
    6. Kejadian yang dialami sebelum terjadinya gejala/kecelakaan.

    Guna mendukung dilaksanakannya penilaian penderita, maka secara umum terdapat peralatan-peralatan yang digunakan antara lain :

    1. Jam dengan penunjuk detik yang jelas.
    2. Senter kecil.
    3. Stetoskop.
    4. Alat pengukur tekanan darah (sfigmomanometer).
    5. Alat tulis untuk mencatat.
    Diagram Alir Penilaian Penderita

    Diagram Alir Penilaian Penderita

    Bantuan Hidup Dasar & Resusitasi Jantung Paru (RJP)

    $
    0
    0

    Bantuan hidup dasar harus segera dilaksanakan oleh penolong apabila dalam penilaian dini penderita ditemukan salah satu dari masalah antara lain : tersumbatnya jalan nafas, tidak menemukan adanya nafas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda nadi. Seperti diketahui bahwa tujuan dari P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) salah satunya ialah menyelamatkan jiwa penderita sehingga dapat selamat dari kematian.

    Pengertian mati sendiri terbagi menjadi 2 (dua) yaitu mati klinis dan mati biologis. Mati klinis berarti tidak ditemukan adanya pernafasan dan nadi. Mati klinis dapat bersifat reversibel (dapat dipulihkan). Penderita mati klinis mempunyai waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak. Sedangkan mati biologis berarti kematian sel dimulai terutama sel otak & bersifat ireversibel (tidak bisa dipulihkan) yang biasa terjadi 8-10 menit dari henti jantung.

    Dalam memberikan bantuan hidup dasar dikenal 3 (tiga) tahap utama yaitu : penguasaan jalan nafas, bantuan pernafasan dan bantuan sirkulasi darah yang lebih dikenal juga dengan istilah pijatan jantung luar dan penghentian perdarahan besar.

    A. Penguasaan Jalan Nafas.

    1. Membebaskan Jalan Nafas.

      Pada penderita dimana tidak ditemukan adanya pernafasan, maka harus dipastikan penolong memeriksa jalan nafas apakah terdapat benda asing ataupun terdapat lidah penderita yang menghalangi jalan nafas.

      • Teknik angkat dagu tekan dahi.

        Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami cedera kepala, leher maupun tulang belakang.

        Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi

        Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi

      • Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).

        Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami cedera kepala, leher maupun tulang belakang.

        Jaw Thrust Maneuver

        Teknik Jaw Thrust Maneuver

    2. Membersihkan Jalan Nafas.
      • Teknik sapuan jari.

        Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak respon / tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang masuk ke jalan nafas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti kait untuk mengambil benda asing yang menghalangi jalan nafas.

        Teknik Sapuan Jari

        Teknik Sapuan Jari

      • Posisi pemulihan.

        Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak ditemukan adanya cedera leher maupun tulang belakang. Posisi penderita dimiringkan menyerupai posisi tidur miring. Dengan posisi ini diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan nafas dan apabila terdapat cairan pada jalur nafas maka cairan tersebut dapat mengalir keluar melalui mulut sehingga tidak masuk ke jalan nafas.

    3. Sumbatan Jalan Nafas.

      Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas bagian bawah yaitu bagian bawah laring (tenggorokan) sampai lanjutannya. Umumnya sumbatan jalan nafas pada penderita respon/sadar ialah karena makanan dan benda asing lainnya, sedangkan pada penderita tidak respon / tidak sadar ialah lidah yang menekuk ke belakang. Untuk mengatasinya umumnya menggunakan teknik heimlich maneuver (hentakan perut-dada).

      • Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.

        Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan penolong dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita. Hentakkan rangkulan tangan ke arah belakang dan atas dan minta penderita untuk memuntahkannya. Lakukan berulang-ulang sampai berhasil atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.

        Heimlich Maneuver Pada Penderita Respon

        Heimlich Maneuver Pada Penderita Respon

      • Heimlich maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.

        Baringkan penderita dengan posisi telentang. Penolong berjongkok di atas paha penderita. Posisikan kedua tumit tangan di antara pusat dan iga kemudian lakukan hentakan perut ke arah atas sebanyak 5 (lima) kali. Periksa mulut penderita bilamana terdapat benda asing yang keluar dari mulut penderita. Lakukan 2-5 kali sampai jalan nafas terbuka.

        Heimlich Maneuver Pada Penderita Tidak Respon

        Heimlich Maneuver Pada Penderita Tidak Respon

      • Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil yang respon / sadar.

        Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan kedua tangan merangkul dada penderita melalui bawah ketiak. Posisikan rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada dan lakukan hentakan dada sambil meminta penderita memuntahkan benda asing yang menyumbat. Lakukan berulangkali sampai berhasil atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.

        Heimlich Maneuver Pada Penderita Hamil/Gemuk

        Heimlich Maneuver Pada Penderita Hamil/Gemuk

      • Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil yang tidak respon / tidak sadar.

        Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada penderita tidak respon / tidak sadar di atas namum posisi penolong berada di samping penderita dan posisi tumit tangan pada pertengahan tulang dada.

    B. Bantuan Pernafasan

    Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan bantuan pernafasan pada penderita yang ditemukan tidak terdeteksi adanya nafas namun nadi masih berdetak dan jalan nafas tidak mengalami gangguan antara lain :

    1. Menggunakan mulut penolong :
      • Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru).
        APD dan Masker RJP

        APD dan Masker RJP

      • Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).
      • Mulut ke mulut ataupun hidung.
    2. Menggunakan alat bantu nafas : menggunakan kantung masker berkatub.
      Kantung Masker Berkatub

      Kantung Masker Berkatub

    Di udara bebas kandungan oksigen ialah sebesar kurang lebih 21%. Dari kandungan oksigen sebanyak 21% tersebut, sebanyak 5% digunakan manusia dalam proses pernafasan. Sehingga terdapat sekitar 16% kandungan oksigen dari udara pernafasan yang manusia keluarkan. Sisa oksigen sebanyak 16% inilah yang digunakan untuk memberi bantuan nafas kepada penderita yang terdeteksi tidak terdapat nafas. Pada manusia dewasa frekuensi pemberian nafas buatan ialah sebanyak 10-12 kali bantuan nafas per menit dengan durasi tiap bantuan nafas ialah 1,5-2 detik tiap hembusan bantuan nafas.

    Memberikan bantuan nafas kepada penderita bagi penolong bukan tanpa resiko. Terdapat resiko yang mungkin dialami penolong antara lain : penyebaran penyakit, kontaminasi bahan kimia dan muntahan penderita. Langkah-langkah dalam memberikan bantuan nafas kepada penderita terdeteksi tidak terdapat nafas antara lain :

    1. Pastikan jalan nafas terbuka pada penderita.
    2. Jika penolong menggunakan APD ataupun alat bantu pastikan alat tersebut tidak bocor (tertutup rapat).
    3. Pastikan juga bantuan nafas yang dihembuskan tidak bocor melalui hidung penderita dengan cara mencapit lubang hidung penderita.
    4. Berikan 2 (dua) kali bantuan nafas awal (1,5-2 detik pada manusia dewasa). Tiupan/hembusan merata dan cukup (dada penderita bergerak naik).
    5. Periksa nadi penderita selama 5-10 detik dan pastikan nadi penderita masih terdeteksi.
    6. Lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan frekuensi pemberian bantuan nafas (dewasa : 10-12 kali bantuan nafas per menit).
    7. Apabila bantuan nafas berhasil dengan baik akan ditandai dengan bergerak naik turunnya dada penderita.

    C. Bantuan Sirkulasi

    Tindakan paling penting dalam bantuan sirkulasi ialah pijatan jantung luar. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek pompa jantung yang dinilai cukup untuk membantu sirkulasi darah penderita pada saat kondisi penderita mati klinis. Kedalaman penekanan pijatan jantung luar pada manusia dewasa ialah 4-5 cm ke dalam rongga dada.

    Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan dari tindakan A, B dan C di atas. Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan memastikan bahwa penderita tidak ada respon / tidak sadar, tidak terdapat pernafasan dan tidak terdapat denyut nadi. Pada manusia dewasa resusitasi jantung paru dikenal 2 (dua) rasio, yaitu rasio 15 kali kompresi dada berbanding 2 kali tiupan bantuan nafas (15:2) apabila dilaksanakan oleh satu penolong, serta rasio 5:1 per siklus apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) orang penolong.

    Teknik kompresi dada pada manusia dewasa :

    1. Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras (misal : lantai).
    2. Posisikan penolong berada di samping penderita.
    3. Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu hati).
      Menelusuri Ulu Hati

      Menelusuri Ulu Hati

    4. Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari titik pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri).
      Mengukur Titik Pijatan

      Mengukur Titik Pijatan

    5. Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan lainnya diletakkan di atasnya untuk menopang.
    6. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan.
      Posisi Pijat Jantung

      Posisi Pijat Jantung

    7. Lakukan pijatan jantung luar.

    Resusitasi jantung paru dengan satu orang penolong :

    1. Tiupkan bantuan nafas awal 2 (dua) kali.
    2. Jika penderita bernafas dan nadi berdenyut maka posisikan penderita pada posisi pemulihan.
    3. Apabila masih belum terdapat nafas dan nadi, maka lakukan pijatan jantung sebanyak 15 kali dengan kecepatan pijatan 80-100 kali per menit.
    4. Berikan bantuan nafas lagi sebanyak 2 (dua) kali.
    5. Lakukan terus 15 kali pijatan jantung dan 2 kali bantuan nafas sampai 4 siklus.
    6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.

    Resusitasi jantung paru 2 (dua) orang penolong :

    1. Posisi penolong saling berseberangan.
    2. Lakukan bantuan nafas awal sebanyak 2 (dua) kali.
    3. Lakukan pijatan jantung luar sebanyak 5 (lima) kali dengan kecepatan pijatan 80-100 kali per menit.
    4. Berikan nafas bantuan sebanyak 1 (satu) kali.
    5. Lakukan 5 pijatan jantung dan 1 nafas bantuan sampai 12 siklus
    6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.

    Dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pun bukan tanpa resiko bagi penderita, resiko-resiko yang mungkin dialami penderita antara lain : patah tulang dada/iga, kebocoran paru-paru, perdarahan dalam pada dada/paru-paru, memar paru dan robekan pada hati/limpa. Maka bagi penolong perlu berhati-hati.

    Diagram Alir Resusitasi Jantung Paaru (RJP)

    Diagram Alir Resusitasi Jantung Paaru (RJP)

    Perdarahan & Syok

    $
    0
    0

    Perdarahan terjadi akibat dari rusaknya dinding pembuluh darah yang dapat disebabkan oleh ruda paksa (trauma) ataupun penyakit. Perdarahan dengan skala besar dapat menyebabkan syok. Perdarahan sendiri dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu perdarahan luar dan perdarahan dalam dimana berbeda penanganan terhadap keduanya.

    Perdarahan Luar (Terbuka)

    Perdarahan luar terjadi akibat rusaknya pembuluh darah disertai dengan kerusakan kulit yang memungkinkan darah keluar dari tubuh.

    Pada perdarahan jenis ini penolong wajib berhati-hati dikarenakan darah yang keluar bisa saja menjadi penularan suatu penyakit.

    Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, perdarahan luar dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, antara lain :

    1. Perdarahan Arteri

      Ditandai dengan darah yang berasal dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai dengan denyut pada nadi dan darah berwarna merah terang karena darah kaya akan oksigen. Apabila tekanan sistolik berkurang, maka semburan juga ikut berkurang. Umumnya perdarahan arteri lebih sulit dikendalikan, oleh sebab itu pemantauan dan pengendalian dilaksanakan sepanjang perjalanan menuju fasilitas kesehatan terdekat.

      Perdarahan Arteri

      Perdarahan Arteri

    2. Perdarahan Balik (Vena)

      Ditandai dengan darah yang keluar dari pembuluh balik (vena) yang berwarna agak gelap. Walau terlihat banyak & luas, namun umumnya lebih mudah dikendalikan. Bahaya yang mungkin terjadi ialah masuknya kotoran tersedot oleh pembuluh darah vena.

      Perdarahan Balik (Vena)

      Perdarahan Balik (Vena)

    3. Perdarahan Rambut (Kapiler)

      Berasal dari pembuluh rambut (kapiler), dimana darah merembes keluar perlahan. Darah yang keluar bervariasi antara merah terang ataupun merah gelap. Umumnya membeku sendiri perlahan.

      Perdarahan Kapiler

      Perdarahan Rambut (Kapiler)

    Derajat Berat Perdarahan

    Kehilangan darah sebanyak 1000 cc pada manusia dewasa merupakan hal yang serius, sedangkan pada anak kehilangan 500 cc darah juga merupakan hal yang serius. Pada bayi, kehilangan 150 cc darah dapat mengancam nyawa.

    Hal yang perlu diketahui dalam menolong penderita perdarahan antara lain :

    1. Gunakan alat pelindung diri untuk mencegah penularan penyakit melalui kontak dengan darah.
    2. Hindari menyentuh mulut, hidung, mata dan makanan sewaktu menolong penderita karena dapat menjadikan media penularan penyakit melalui kontak darah.

    Penanggulangan Perdarahan Luar

    Perawatan (pengendalian) perdarahan luar umumnya dapat dilakukan dengan 4 (empat) cara sebagai berikut

    1. Tekanan Langsung.

      Menekan bagian yang berdarah tepat di atas luka (jangan buang waktu untuk mencari penutup luka). Umumnya perdarahan akan berhenti 5 - 15 menit kemudian. Selanjutnya berikan penutup luka yang tebal di daerah perdarahan.

      Teknik Tekan Langsung

      Teknik Penekanan Langsung

    2. Elevasi yang dilakukan bersamaan dengan tekanan langsung.

      Tindakan ini hanya dilakukan pada perdarahan di daerah anggota gerak saja yaitu dengan meninggikan daerah luka lebih tinggi dari jantung disertai dengan teknik penekanan langsung di atas. Hal ini berguna untuk memperlambat perdarahan. Teknik ini tidak disarankan untuk penderita yang mengalami cedera tulang (rangka) pada anggota gerak.

      Teknik Elevasi

      Teknik Elevasi

    3. Titik tekan.

      Apabila kedua upaya di atas belum berhasil, maka dilakukan cara ke tiga yaitu dengan menekan pembuluh nadi di atas daerah yang mengalami perdarahan. Terdapat 2 (dua) titik tekan yaitu nadi brakialis (pembuluh nadi di lengan atas) dan nadi femoralis (pembuluh nadi di lipat paha).

    4. Cara lain :
      • Immobilisasi dengan atau tanpa pembidaian.
      • Kompres dingin.
      • Torniket.

        Torniket ialah suatu alat yang menutup seluruh aliran darah pada alat gerak. Torniket dilakukan apabila cara-cara di atas belum dapat menghentikan perdarahan. Kerugian teknik torniket ialah kematian jaringan bagian yang dipasang torniket, sehingga bagian tersebut mati dan harus diamputasi. Torniket umumnya digunakan pada luka amputasi ataupun robekan dengan tepi yang tidak rata. Pada kasus amputasi dengan tepi yang rata umumnya penanggulangan perdarahan hanya menggunakan pembalut tekan. Torniket merupakan upaya terkahir untuk menghentikan perdarahan.

        Torniket dilakukan dengan cara pemasangan pembalut yang diikatkan sangat kencang di atas daerah luka untuk menghentikan perdarahan. Umumnya torniket dipasang tidak lebih dari 5 cm di atas bagian yang mengalami perdarahan. Apabila perdarahan ada pada bagian sendi, maka torniket dipasang tepat di atas sendi. Umumnya digunakan tongkat kecil ataupun pena dan sejenisnya yang dipasang di atas simpul dan diputar untuk mengencangkan ikatan torniket sehingga perdarahan terhenti kemudian diikat supaya tidak berputar kembali. Torniket yang sudah terpasang dan menghentikan perdarahan tidak diperbolehkan untuk dikendorkan.

    Perdarahan Dalam

    Penyebab umum perdarahan dalam ialah benturan keras dengan benda tumpul, terjatuh, ledakan dan sejenisnya. Kehilangan darah pada perdarahan dalam tidak terlihat dikarenakan jaringan kulit yang masih utuh. Ada kalanya kita dapat melihat darah yang terkumpul di bawah kulit seperti pada kasus memar.

    Perdarahan dalam juga bersifat variatif dari yang paling ringan sampai dengan mengancam nyawa. Kerusakan alat dalam tubuh dan pembuluh darah besar dapat mengakibatkan kehilangan darah dalam waktu singkat. Kehilangan darah tidak terlihat, karenanya penderita dapat meninggal tanpa mengalami luka luar yang berat.

    Dikarenakan kasus perdarahan dalam dimana kehilangan darah tidak terlihat, maka kecurigaan adanya perdarahan dalam seharusnya dinilai dari pemeriksaan fisik lengkap termasuk wawancara dan menganalisa kronologis kejadiannya. Lebih baik menganggap seseorang mengalami perdarahan dalam daripada ridak dikarenakan penanganan perdarahan dalam tidak akan memperburuk keadaan penderita yang ternyata tidak mengalaminya.

    Tanda-tanda Perdarahan Dalam

    1. Cedera ataupun memar disertai nyeri dan pembengkakan.
    2. Muntah darah, batuk darah, berak darah, kencing disertai darah, keluar darah atau cairan dari hidung atau telinga baik berupa darah segar maupun darah hitam seperti kopi.

    Penanganan Perdarahan Dalam

    1. Baringkan penderita.
    2. Jangan memberikan makanan ataupun minuman pada penderita.
    3. Berikan oksigen bila ada.
    4. Rawat sebagai syok (baca penjelasan di bawah).

    Syok

    Syok terjadi bilamana sistem peredaran darah gagal mengirimkan darah yang mengandung oksigen dan bahan nutrisi ke organ vital tubuh. Penyebab syok sendiri dapat terdiri dari 3 (tiga) komponen diantaranya ialah adanya gangguan pada organ jantung, kehilangan darah dalam jumlah besar dan pelebaran pembuluh darah akibat penyakit, trauma maupun alergi.

    Tanda-tanda Syok

    1. Nadi cepat dan lemah.
    2. Nafas cepat dan dangkal.
    3. Kulit pucat, dingin dan lembab.
    4. Wajah, bibir, lidah dan telinga terlihat pucat.
    5. Pandangan mata terkesan hampa serta pupil melebar.
    6. Perubahan mental (gelisah/marah)

    Akibat dari hal di atas, maka penderita akan mengalami ataupun merasakan hal sebagai berikut

    1. Mual yang kemungkinan disertai muntah.
    2. Haus.
    3. Lemah.
    4. Pusing ataupun vertigo.
    5. Tidak nyaman dan takut.

    Penanganan Syok

    1. Pindah penderita ke tempat teduh dan aman.
    2. Baringkan penderita sambil posisi tungkai kaki ditinggikan 20 - 30 cm dari tubuh.
    3. Longgarkan pakaian penderita.
    4. Cegah penderita kehilangan panas tubuh dengan memberikan selimut yang menutupi semua bagian tubuh penderita.
    5. Tenangkan penderita.
    6. Pastikan pernafasan dan jalan nafas baik.
    7. Jangan beri penderita makanan ataupun minuman.
    8. Rawat cedera serta kendalikan perdarahan lainnya apabila ada.
    9. Berikan oksigen bila ada.
    10. Periksa tanda vital berkala.
    11. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
    Penanganan Syok

    Penanganan Syok

    Cedera Jaringan Lunak

    $
    0
    0

    Termasuk dalam jaringan lunak tubuh manusia antara lain ialah kulit, jaringan lemak, pembuluh darah, jaringan ikat, membran, kelenjar, otot dan syaraf. Cedera jaringan lunak yang paling jelas di antaranya ialah cedera pada kulit dan dalam bahasa sehari-hari cedera jaringan lunak dikenal dengan istilah luka.

    Luka adalah rusaknya keutuhan jaringan lunak baik di luar maupun di dalam tubuh (kulit). Komplikasi yang dapat terjadi di antaranya ialah perdarahan bahkan kelumpuhan sesuai dengan luasan jaringan lunak yang terkena.

    Jenis-jenis luka

    1. Luka Terbuka

      Merupakan cedera jaringan lunak yang disertai dengan kerusakan jaringan kulit atau selaput lendir. Cedera ini paling sering ditemukan pada kasus kecelakaan dan sering menimbulkan perdarahan.

      • Luka Lecet

        Luka lecet umumnya terjadi disebabkan oleh gesekan di permukaan kulit sehingga permukaan kulit (epidermis) terkelupas dan biasanya muncul titik-titik perdarahan. Tepi luka bentuknya tidak teratur.

        Luka Lecet

        Luka Lecet

      • Luka Sayat/Iris

        Luka sayat/iris umumnya disebabkan oleh kontak benda tajam terhadap permukaan tubuh. Akibatnya jaringan kulit ataupun lapisan di bawahnya terputus dengan kedalaman yang bervariasi. Tepi luka berbentuk teratur.

        Luka Sayat/Iris

        Luka Sayat/Iris

      • Luka Robek

        Luka robek umumnya terjadi dikarenakan benturan keras dengan benda tumpul pada permukaan tubuh. Karakteristik luka ini hampir sama dengan luka sayat/iris di atas namun perbedaannya hanya pada tepi luka yang tidak teratur. Dikarenakan tepi luka yang tidak teratur, sulit untuk mengukur kedalaman luka dan kerusakan bagian dalam termasuk perdarahan.

        Luka Robek

        Luka Robek

      • Luka Tusuk

        Luka tusuk terjadi akibat masuknya benda tajam dan runcing melalui kulit ke dalam tubuh. Luka tusuk termasuk jenis luka yang berbahaya apalagi jika benda yang masuk masih tertancap dan dapat melibatkan bagian tubuh dalam yang bersifat vital ditambah apabila luka tusuk tersebut sampai tembus ke luar bagian tubuh yang lain. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari lokasi luka, panjang dan jenis benda yang tertancap serta besarnya gaya yang dialami.

        Luka Tusuk

        Luka Tusuk

      • Luka Terkelupas/Sobek (Avulsi)

        Luka terkelupas/sobek (avulsi) terjadi dikarenakan jaringan kulit dan sedikit lapisan di bawahnya terkelupas. Ada kalanya bagian yang sobek/terkelupas masih menempel pada tubuh yang dikenal dengan istilah "flap" (lembaran gantung). Ujung yang terkelupas disebut avulsi.

      • Luka Amputasi

        Luka amputasi merupakan luka terbuka dengan jaringan tubuh terpisah. Luka amputasi umumnya paling sering terjadi pada anggota gerak. Pada ujung luka bisa terlihat lembaran kulit dan ujung tulang. Perdarahan yang dialami bisa sangat hebat ataupun sebaliknya pembuluh darah dapat menutup sendiri yang membatasi keluarnya darah.

        Luka Amputasi

        Luka Amputasi

      • Cedera Remuk (Crush Injury)

        Cedera remuk dapat berupa suatu gabungan luka terbuka maupun luka tertutup. Pada jenis luka terbuka, cedera remuk bisa menyebabkan hampir seluruh jaringan lunak dan jaringan keras seperti tulang dapat terlihat. Tulang dapat patah dan pecahannya menembus sampai keluar sehingga terjadi pembengkakan dan perdarahan baik perdarahan luar maupun dalam

    2. Luka Tertutup
      • Memar

        Merupakan jenis luka tertutup yang paling sering ditemukan. Pada luka jenis ini, lapisan epidermis kulit utuh, namun sel dan pembuluh darah pada lapisan dermis rusak. Perdarahan yang terjadi di bawah kulit bervariasi dan dapat berlangsung sampai beberapa jam. Pada daerah luka umumnya terjadi nyeri, bengkak dan perubahan warna. Perubahan warna dan pembengkakan dapat terjadi secara singkat ataupun 24-48 jam kemudian. Pembengkakan dan perubahan warna terjadi sebagai akibat dari penumpukan darah di bawah kulit atau di antara jaringan yang rusak.

        Luka Memar

        Luka Memar

      • Hematoma

        pada luka jenis hematoma, penumpuka darah hampir selalu terjadi pada daerah yang cedera dalam rongga tubuh. Hematoma berbeda dengan luka memar. Pada luka jenis hematoma kerusakan jaringan dan pembuluh darah yang terlibat lebih luas juga kehilangan darah lebih besar.

      • Cedera Remuk

        Seperti pada penjelasan sebelumnya di atas bahwa cedera remuk dapat berupa luka terbuka maupun luka tertutup. Pada jenis luka tertutup, cedera remuk menyebabkan kerusakan jaringan tulang dan jaringan bawah kulit lainnya.

    Selain beberapa penyebab jenis luka di atas, ada juga luka lainnya yang bisa diakibatkan oleh gigitan hewan ataupun sengatan serangga dimana bentuk luka bervariasi tergantung kejadiannya.

    Perawatan (P3K) Luka Terbuka

    1. Pastikan daerah luka terlihat

      Lepas pakaian penderita yang menutupi daerah luka secara hati-hati. Cara yang paling mudah ialah dengan memotong pakaian penderita di daerah luka.

    2. Bersihkan daerah luka

      Angkat kotoran yang besar jika ada. Apabila diperlukan dapat menggunakan penutup/kasa steril untuk menyikat permukaan luka yang terdapat kotoran. Perlu diingat agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membersihkan luka dikarenakan pengendalian perdarahan ialah prioritas utama.

    3. Kendalikan perdarahan

      Lihat di artikel mengenai perdarahan di sini : "Perdarahan dan Syok".

    4. Berikan penutup luka dan balut

      Jenis-jenis pembalut luka:

      Pembalut Cepat

      Pembalut Cepat

      Pembalut Gulung

      Pembalut Gulung

      Pembalut Kedap

      Pembalut Kedap

      Pembalut Perekat

      Pembalut Perekat

    5. Baringkankan penderita apabila luka dan kehilangan darah yang dialami cukup banyak
    6. Tenangkan penderita
    7. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat untuk penanganan infeksi dan komplikasi lainnya
    Pembalutan Luka di Kepala

    Contoh Pembalutan Luka Cedera Kepala

    Pembalut Kedap pada Cedera Perut

    Contoh Pemasangan Penutup Luka Pada Cedera Perut

    Perawatan (P3K) Luka Tertutup

    Atasi seperti penanganan perdarahan dalam dengan memperhatikan tanda-tanda syok (baca artikelnya di sini : "Perdarahan dan Syok"). Luka tertutup ringan seperti memar dapat menggunakan kompres dingin (kantung es batu) untuk membantu pengendalian perdarahan dengan penyempitan pembuluh darah melalui kompres dingin. Juga gunakan pembalut tekan untuk mengendalikan perdarahan (pembalut tekan dipasang pada titik nadi untuk mengurangi perdarahan di daerah luka). Apabila luka terdapat pada anggota gerak, maka tinggikan daerah luka lebih tinggi dari jantung untuk mengurangi pembengkakan.

    Cedera Sistem Otot Dan Rangka

    $
    0
    0

    Sistem muskuloskeletal (otot - rangka) memungkinkan manusia berdiri tegak dan bergerak. Selain itu, sistem otot dan rangka juga berfungsi untuk melindungi organ dalam tubuh vital. Sistem otot dan rangka erat kaitannya dengan anggota gerak, setiap cedera ataupun gangguan pada sistem ini akan mengakibatkan terganggunya pergerakan seseorang untuk sementara ataupun selamanya.

    Secara umum, cedera sistem otot dan rangka dapat berupa :

    A. Patah Tulang

    Patah tulang ialah terputusnya jaringan tulang baik seluruhnya maupun sebagian saja. Penyebab umumnya ialah gaya yang cukup besar baik gaya langsung, tidak langsung maupun gaya puntir yang berkontak dengan tubuh kita (sistem otot-rangka)

    Terdapat 2 (dua) jenis patah tulang, antara lain :

    1. Patah Tulang Terbuka

      Patah tulang terbuka ditandai dengan adanya luka di permukaan kulit di atas/dekat bagian tulang yang patah sehingga bagian tulang yang patah berhubungan langsung dengan udara, akan tetapi patahan tulang tidak selalu terlihat menonjol keluar. Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat dikarenakan adanya resiko perdarahan serta kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar karena terpapar lingkungan.

      Patah Tulang Terbuka

      Patah Tulang Terbuka

    2. Patah Tulang Tertutup

      Pada patah tulang tertutup permukaan kulit di dekat daerah patahan masih utuh sehingga patahan tulang tidak berhubungan dengan kontak udara luar.

      Patah Tulang Tertutup

      Patah Tulang Tertutup

    Tanda-tanda patah tulang :

    1. Perubahan bentuk anggota badan.
    2. Nyeri dan kaku pada daerah yang mengalami patah.
    3. Terdengar suara berderik di daerah patah karena gesekan antara tulang yang patah.
    4. Pembengkakan (dikarenakan jaringan lunak di sekitar patahan robek dan mengalami perdarahan).
    5. Memar (perubahan warna kulit menjadi agak kebiruan akibat cedera di bawah kulit).
    6. gangguan peredaran darah dan persyarafan.

    B. Urai/Cerai Sendi (Dislokasi)

    ialah peristiwa keluarnya kepala sendi dari mangkok sendi atau keluarnya ujung tulang dari sendinya yang bisa diakibatkan karena sendi yang teregang melebihi batas normal sehingga kedua ujung tulang persendian terpisah tidak pada tempatnya. Jaringan ikat sendi tertarik dan kemungkinan sampai terobek. Tanda-tandanya hampir sama dengan tanda-tanda patah tulang di atas, namun lokasinya di daerah persendian secara khusus.

    C. Terkilir/Keseleo

    Terkilir/keseleo dibedakan menjadi 2(dua) macam, antara lain :

    1. Terkilir Sendi (Sprain)

      Robek/putusnya jaringan ikat sekitar sendi karena sendi teregang melebihi batas normal yang bisa disbabkan karena salah gerakan atau pun terpeleset. Gejala dan tanda terkilir sendi antara lain : nyeri, bengkak dan warna kulit merah kebiruan di sekitar persendian.

    2. Terkilir Otot (Strain)

      Robek/putusnya jaringan otot pada bagian tendon (ekor otot) karena otot teregang melebihi batas normal. Cedera ini umumnya terjadi karena pembebanan secara tiba-tiba pada otot tertentu. Bisa juga terjadi karena pembebanan berat tanpa pemanasan otot terlebih dahulu ataupun pemanasan dengan gerakan yang salah dan teregang melebihi batas normal. Tanda-tanda terkilir otot antara lain : nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu, nyri menyebar keluar disertai kejang dan kaku (kaku otot) dan bengkak pada daerah cedera.

    Penanganan (P3K) Cedera Otot dan Rangka

    1. Lakukan penilaian dini (respon, tanda nafas dan nadi).
    2. Lakukan penilaian fisik (perubahan bentuk, luka, nyeri tekan dan bengkak).
    3. Stabilkan bagian yang patah.
    4. Atasi perdarahan dan luka (bila ada).
    5. Persiapkan alat dan bahan untuk pembidaian kemudian lakukan pembidaian. Sesuaikan ukuran bidai sesuai ukuran daerah cedera dan jangan terlalu kuat sehingga peredaran darah terganggu.
    6. Kurangi rasa sakit dengan kompres dingin, jika bukan cedera patah tulang terbuka.
    7. Baringkan penderita pada posisi nyaman.
    8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
    Pembidaian Paha dan Tungkai Bawah

    Pembidaian Paha dan Tungkai Bawah

    Jenis-jenis Bidai

    Secara umum terdapat jenis-jenis bidai, antara lain :

    1. Bidai Keras

      Secara umum terbuat dari bahan yang keras dan kaku. Bahan yang sering dipakai ialah kayu, aluminium, karton, plastik ataupun bahan lain yang kuat. Contoh : bidai kayu, bidai dan bidai vakum.

    2. Bidai yang dapat dibentuk

      Bidai yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi sesuai dengan daerah cedera. Contoh : bidai vakum, bantal, selimut, karton dan kawat.

    3. Bidai Traksi

      Bidai bentuk jadi yang bervariasi tergantung dari pembuatannya. Umumnya digunakan oleh tenaga ahli (khusus) dan dipakai untuk patah tulang paha. Tujuannya ialah untuk menjaga kelurusan dari tulang yang patah.

    4. Bidai Gendongan/Bebat

      Umumnya menggunakan pembalut mitela (pembalut segi tiga). Menggunakan prinsip memanfaatkan tubuh penderita untuk menghentikan pergerakan pada daerah cedera. Merupakan bidai yang sering digunakan untuk cedera anggota gerak bagian atas. Contoh : bidai gendongan lengan.

    Pembidaian Lengan Bawah dan Gendongan

    Pembidaian Lengan Bawah dan Gendongan

    Bidai Pergelangan Kaki

    Bidai Pergelangan Kaki

    Bidai SAM

    Bidai SAM

    Bidai Kayu

    Bidai Kayu

    Bidai Tiup

    Bidai Tiup

    Bidai Vakum

    Bidai Vakum

    Bidai Karton

    Bidai Karton

    Bidai Kawat

    Bidai Kawat

    Cedera Kepala, Spinal dan Dada

    $
    0
    0

    Berikut merupakan penjelasan mengenai cedera kepala, spinal (tulang belakang mulai dari tulang leher sampai tulang ekor) dan dada dimana berguna dalam hal P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Pada bagian tubuh tersebut terdapat organ-organ tubuh vital di dalamnya. Berikut penjelasan tersebut :

    A. Cedera Kepala

    Ialah semua benturan ataupun ruda paksa pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik berat maupun ringan. Secara umum penyebabnya ialah benturan benda tumpul di kepala.

    Tanda-tanda Cedera Kepala

    1. Perubahan respon (dari tampak bingung hingga tidak respon/tidak sadar).
    2. Gangguan pernafasan/pola pernafasan tidak teratur.
    3. Sakit kepala/pusing yang muncul mendadak setelah benturan.
    4. Mual.
    5. Muntah. Biasanya dikenal dengan istilah muntah proyektil atau muntah yang langsung terjadi tanpa awalan dimana umumnya muntah didahului dengan perasaan tidak enak di pencernaan.
    6. Gangguan penglihatan ataupun pengelihatan ganda.
    7. Pupil (manik mata) tidak simetris.
      Pupil Tidak Simetris

      Pupil Tidak Simetris

    8. Kejang.
    9. Perubahan tanda vital (nadi dan pernafasan).
    10. Nyeri di sekitar benturan (cedera).
    11. Luka terbuka ataupun luka tertutup di daerah kepala.
    12. Pada kasus patah tulang tengkorak kemungkinan ditemui keluarnya cairan otak dari hidung ataupun telinga yang dikenal dengan istilah cairan serebrospinal.
      Cairan Serebrospinal Pada Telinga

      Cairan Serebrospinal Pada Telinga

    13. Memar pada daun telinga belakang atau dikenal dengan istilah battle sign.
      Battle Sign

      Battle Sign

    14. Memar pada sekeliling mata atau dikenal dengan istilah racoon's eyes.
      Racoon Eyes

      Racoon Eyes

    15. Kehilangan rasa dan gangguan fungsi motorik.
    16. Postur abnormal karena gangguan persyarafan.
      Postur Abnormal

      Postur Abnormal

    Penanganan (P3K) Cedera Kepala

    1. Lakukan penilaian dini (respon, nadi dan nafas).
    2. Baringkan dan istirahatkan penderita.
    3. Imobilisasi kepala dan leher penderita. Jika ada benda yang menancap di kepala jangan dicoba untuk dicabut, namun berikan balutan di daerah luka. Juga jangan mencoba menghalangi aliran keluarnya cairan otak dari hidung atau telinga, namun berikan penutup kasa steril secara longga. Apabila disertai cedera berat pada wajah, maka perhatikan jalan nafas penderita dan pastikan jalan nafas penderita terbuka (bebas).
    4. Upayakan pengendalian perdarahan jika ada namun jangan gunakan penekanan pada daerah luka apabila pada daerah luka menunjukkan adanya patahan tulang tengkorak penderita.
    5. Berikan oksigen bila ada.
    6. Tutup dan balut luka.
    7. Periksa tanda-tanda vital secara berkala (nafas dan nadi).
    8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

    B. Cedera Spinal

    Cedera spinal ialah semua cedera yang berhubungan dengan tulang belakang mulai dari tulang leher sampai dengan tulang ekor termasuk pernafasan di dalamnya.

    Penyebab cedera ini umumnya disebabkan oleh benturan benda tumpul pada daerah tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan, dsj.

    Di dalam susunan tulang belakang sendiri terdapat bumbung syaraf yang merupakan syaraf utama dari otak menuju seluruh tubuh dan sebaliknya.

    Cedera spinal dapat berupa patah tulang dengan ataupun tanpa pergeseran posisi tulang, dislokasi, terkilir otot, kerusakan jaringan ikat juga terjadinya kompresi tulang. Kerusakan rongga tulang belakang bisa jadi disertai kerusakan bumbung syaraf. Penanganan yang baik meliputi pemeriksaan fungsi motorik dan fungsi sensorik penderita baik sebelum maupun sesudah mobilisasi penderita.

    Contoh Cedera Leher

    Contoh Cedera Leher

    Tanda-tanda Cedera Spinal

    1. Perubahan bentuk pada kepala, leher ataupun daerah tulang belakang. Namun hal ini terkadang sulit dideteksi secara kasat mata.
    2. Kelumpuhan pada alat/anggota gerak.
    3. Gangguan persyarafan pada alat gerak yang dapat berupa kehilangan fungsi, lemah, mati rasa, kesemutan ataupun rasa bebal terutama di bagian bawah daerah cedera.
    4. Terdapat bagian/daerah tulang punggung yang lebih sensitif ataupun nyeri.
    5. Rasa nyeri pada saat bergerak maupun dalam keadaan diam.
    6. Hilangnya kemampuan mengendalikan buang air kecil ataupun buang air besar.
    7. Sulit bernafas dengan ataupun tanpa pergerakan dada.
    8. Priapismus (ereksi kemaluan pria secara menetap).
    9. Postur abnormal (lihat tanda cedera kepala di atas)

    Penanganan (P3K) Cedera Spinal

    1. Analisa mekanisme terjadinya cedera.
    2. Lakukan stabilisasi satu garis lurus dari kepala sampai dengan leher kemudian pasangkan bidai leher bila ada (jika dirasa penderita sakit saat digerakkan, maka jangan lakukan).
    3. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
    4. Berikan oksigen bila ada.
    5. Periksa fungsi motorik dan sensorik terutama pada keempat alat gerak.
    6. Usahakan penderita diimobilisasi dengan papan spinal ataupun alas keras lain sejenis.
    7. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
    Bidai Leher

    Bidai Leher

    C. Cedera Dada

    Cedera pada dada umumnya terjadi karena tumbukan dengan benda tumpul ataupun tusukan. Cedera ini dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan atau jantung.

    Umumnya terdapat 2 (dua) jenis pembagian cedera dada, yaitu

    1. Cedera dada tertutup

      Kulit pada daerah dada tidak ikut terbuka dan umumnya disebabkan oleh tumbukan benda tumpul. Contoh : patah tulang dada tertutup.

    2. Cedera dada tertutup

      Kulit dan dinding dada terbuka serta memungkinkan adanya kontak antara udara luar dengan udara di dalam rongga dada sehingga udara luar mengikuti irama nafas atau yang lebih dikenal dengan istilah Sucking Chest Wound dimana penolong akan mendengar suara seperti menghisap dari luka.

    Gejala Umum Cedera Dada

    1. Sesak nafas/sukar bernafas.
    2. Nyeri pada saat bernafas.
    3. Nyeri pada daerah cedera.
    4. Gejala lain sesuai dengan jenis cedera dada di atas.

    Penanganan (P3K) Cedera Dada Tertutup

    1. Laksanakan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) dan buka jalan nafas.
    2. Berikan oksigen bila ada.
    3. Hentikan perdarahan luar bila ada.
    4. Biarkan penderita berada pada posisi yang membuatnya senyaman mungkin.
    5. Pantau terus pernafasan penderita.
    6. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

    Penanganan (P3K) Cedera Dada Terbuka

    1. Laksanakan penilaian dini (respon, nafas dan nadi), jaga jalan nafas tetap terbuka.
    2. Jangan mencabut jika ada benda yang menancap.
    3. Segera tutup luka terbuka dengan penutup kedap bila ada(sangat direkomendasikan). Penutup kedap sebaiknya lebih lebar 5 cm dari luka dan apabila penderita bertambah parah, maka buka satu sisi perekat penutup kedap sehingga hanya 3 (tiga) sisi saja yang menempel pada luka.
    4. Jangan lepas apabila ada benda yang menancap.
    5. Berikan oksigen bila ada.
    6. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
    Penutup (Pembalut) Kedap

    Penutup (Pembalut) Kedap


    Luka Bakar

    $
    0
    0

    Luka bakar ialah semua cedera yang terjadi akibat paparan terhadap suhu yang tinggi.

    Penyebab luka bakar umumnya dikelompokkan berdasarkan sumber panasnya yaitu thermal (suhu > 60C), Kimia (asam kuat), Listrik dan Radiasi.

    Derajat Luka Bakar

    1. Luka Bakar Derajat I (Satu) / Permukaan.

      Luka bakar hanya meliputi lapisan kulit paling atas saja. Ditandai dengan kulit kemerahan, nyeri dan terkadang bengkak pada daerah yang terkena. Contoh : luka bakar karena sengatan matahari.

      Luka Bakar Derajat I (Satu)

      Luka Bakar Derajat I (Satu)

      Contoh Luka Bakar Derajat I (Satu)

      Contoh Luka Bakar Derajat I (Satu)

    2. Luka Bakar Derajat II (Dua).

      Luka bakar meliputi lapisan kulit paling luar sehingga lapisan kulit di bawahnya terganggu. Luka bakar ini termasuk luka bakar yang paling sakit. Ditandai dengan gelembung pada kulit yang menggelembung berisi cairan, bengkak, kulit kemmerahan ataupun putih, lembab dan rusak. Contoh : luka bakar terkena minyak panas.

      Luka Bakar Derajat II (Dua)

      Luka Bakar Derajat II (Dua)

    3. Luka Bakar Derajat III (Tiga).

      Lapisan yang terkena tidak terbatas. Luka bakar juga bisa sampai ke tulang dan organ tubuh dalam. Ditandai dengan kulit tampak kering, pucat atau putih dan gosong atau hitam diikuti dengan mati rasa karena kerusakan syaraf sehingga rasa nyeri hanya timbul di daerah sekitar luka saja.

      Luka Bakar Derajat III (Tiga)

      Luka Bakar Derajat III (Tiga)

    Luka bakar derajat yang lebih tinggi selalu dikelilingi oleh luka bakar derajat lebih rendah di sekitarnya.

    Tingkat Keparahan Luka Bakar

    1. Luka Bakar Ringan.
      • Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran nafas.
      • Luka bakar derajat III (tiga) kurang dari 2% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 15% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat I (satu) kurang dari 50% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 10% luas permukaan tubuh (bayi/anak).
    2. Luka Bakar Sedang.
      • Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran nafas.
      • Luka bakar derajat III (tiga) 2% - 10% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat II (dua) 15% - 30% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat I (satu) lebih dari 50% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat II (dua) 10% - 20% luas permukaan tubuh (bayi/anak).
    3. Luka Bakar Berat
      • Mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran pernafasan.
      • Luka bakar derajat III (tiga) lebih dari 10% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar derajat II (dua) lebih dari 30% luas permukaan tubuh.
      • Luka bakar yang disertai nyeri, bengkak dan perubahan bentuk alat gerak.
      • Luka bakar meliputi satu bagian tubuh seperti lengan, tungkai atau dada.
      • Luka bakar derajat III (tiga) atau derajat II (dua) lebih besar 20% luas permukaan tubuh (bayi/anak).

    Untuk menilai prosentase luas luka bakar, maka dapat menggunakan hukum 9 (sembilan) pada gambar di bawah.

    Hukum 9 (Sembilan) Pada Luka Bakar

    Hukum 9 (Sembilan) Pada Luka Bakar

    Penanganan (P3K) Luka Bakar

    1. Hentikan proses luka bakar, alirkan air dingin pada bagian yang terkena. Bila proses luka bakar dikarenakan bahan kimia, maka alirkan air dingin terus-menerus selama 20 menit.
    2. Lepaskan pakaiaan ataupun perhiasan penderita. Gunting pakaian apabila pakaian penderita lengket pada luka bakar.
    3. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
    4. Berikan oksigen bila ada.
    5. Tentukan derajat dan tingkat keparahn luka bakar penderita.
    6. Tutup luka bakar menggunakan penutup (kassa) steril. Jangan pecahkan gelembung serta jangan gunakan salep, antiseptik maupun es pada luka bakar. Jika luka bakar mengenai mata, maka pastikan kedua mata ditutup. Jika luka bakar mengenai jari-jemari, maka balut masing-masing jari secara terpisah.
    7. Jaga suhu tubuh penderita dan rawat cedera lain bila ada.
    8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

    Penanganan (P3K) Luka Bakar Khusus

    1. Luka Bakar Kimia
      • Aliri daerah luka bakar dengan air yang banyak secara terus-menerus selama 20 menit dan jangan menyiram luka bakar dengan dengan air apabila diketahui bahan kimia tersebut bereaksi kuat apabila berkontak dengan air.
      • Bila terkena mata, maka aliri terus luka bakar dengan air yang banyak lebih dari 20 menit dan selama perjalanan menuju fasilitas kesehatan terdekat apabila diperlukan.
        Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Luka Bakar Kimia Pada Mata

        Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Luka Bakar Kimia Pada Mata

      • Posisikan tubuh agak jauh dari tubuh penderita yang terkontaminasi bahan kimia untuk keselamatan penolong.
      • Apabila diketahui bahan kimia berupa serbuk padat, maka sapu daerah luka bakar dengan sikat halus, kemudian aliri air pada daerah luka bakar selama 20 menit.
        Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Luka Bakar Kimia Pada Kulit

        Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Luka Bakar Kimia Pada Mata

      • Amankan bekas pakaiaan penderita yang terkontaminasi.
      • Tutup luka bakar dengan kasa steril.
      • Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
    2. Luka Bakar Listrik.
      • Matikan sumber listrik dan pindahkan penderita secara hati-hati dari sumber listrik yang mengalir (gunakan papan dan galah supaya tidak ikut teraliri listrik apabila aliran listrik masih ada).
        Pemindahan Penderita Luka Bakar Terkena Aliran Listrik

        Pemindahan Penderita Luka Bakar Terkena Aliran Listrik

      • Lakukan penilaian dini (respon, nadi dan nafas).
      • Cari luka bakar di daerah yang teraliri listrik dan tutup dengan kasa steril.
      • Persiapkan resisutasi jantung paru (RJP) apabila ada resiko henti nafas atau henti jantung pada penderita.
      • Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
    3. Luka Bakar Inhalasi (terhirup uap panas / bahan kimia).
      • Pindahkan penderita ke tempat sejuk dan aman.
      • Berikan oksigen, jika perlu oksigen yang dilembabkan.
      • Jaga jalan nafas dan pernafasan.
      • Lakukan nafas buatan bila perlu.
      • Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

    Pemindahan Penderita

    $
    0
    0

    Berdasarkan masalah keselamatan, pengangkatan dan pemindahan penderita dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu pemindahan darurat dan pemindahan biasa (tidak darurat).

    Yang dimaksud dengan darurat di sini bukan pada masalah peralatan, namun pada masalah keadaan dan situasi di tempat kejadian.

    Pemindahan Darurat

    Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya segera terhadap penderita ataupun penolong dan juga jika penderita menghalangi akses ke penderita lainnya. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) mengingat faktor bahaya dan resiko di tempat kejadian.

    Pemindahan ini juga dapat menimbulkan resiko bertambah parahnya cedera penderita terutama penderita yang mengalami cedera spinal (tulang belakang mulai dari tulang leher sampai tulang ekor).

    Contoh pemindahan darurat antara lain :

    1. Tarikan Lengan

      Posisikan tubuh penolong di atas kepala penderita. Kemudian masukkan lengan di bawah ketiak penderita dan pegang lengan bawah penderita. Selanjutnya silangkan kedua lengan penderita di depan dada dan tarik penderita menuju tempat aman. Hat-hati terhadap kaki penderita yang mungkin akan membentur benda di sekitar lokasi kejadian.

      Contoh Tarikan Lengan

      Contoh Tarikan Lengan

    2. Tarikan Bahu

      Cara ini berbahaya bagi penderita cedera spinal (tulang belakang dari tulang leher sampai tulang ekor). Posisikan penolong berlutut di atas kepala penderita. Masukkan kedua lengan di bawah ketiak penderita kemudian tarik ke belakang.

    3. Tarikan Baju

      Pertama ikat kedua tangan penderita di atas dada menggunakan kain (pembalut). Kemudian cengkram baju penderita di daerah baju dan tarik di bawah kepala penderita untuk penyokong dan pegangan untuk menarik penderita ke tempat aman.

    4. Tarikan Selimut

      Apabila penderita telah berbaring di atas selimut atau sejenisnya, maka lipat bagian selimut yang berada di bagian kepala penderita lalu tarik penderita ke tempat yang aman. Supaya penderita tidak bergeser dari atas selimut, maka dapat dibuat simpul di ujung selimut bagian kaki penderita.

      Contoh Tarikan Selimut

      Contoh Tarikan Selimut

    5. Tarikan Menjulang

      Cara ini umumnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran yaitu dengan menggendong penderita di belakang punggung penolong dengan cara mengangkat lalu membopong penderita

      Contoh Tarikan Menjulang (Langkah I)

      Contoh Tarikan Menjulang (Langkah I)

      Contoh Tarikan Menjulang (Langkah II)

      Contoh Tarikan Menjulang (Langkah II)

      Contoh Tarikan Menjulang (Langkah III)

      Contoh Tarikan Menjulang (Langkah III)

    Pemindahan Biasa (Tidak Darurat)

    Pemindahan biasa (tidak darurat) dapat dilakukan ketika :

    1. Penilaian awal (penilaian dini dan penilaian fisik) sudah dilakukan.
    2. Denyut nadi dan pernafasan stabil.
    3. Perdarahan sudah dikendalikan.
    4. Tidak ada cedera leher.
    5. Semua patah tulang sudah diimobilisasi.

    Contoh pemindahan biasa (tidak darurat) :

    1. Teknik Angkat Langsung

      Teknik ini dilakukan oleh 3 (tiga) orang terutama pada penderita yang memiliki berat badan tinggi dan atau jika tandu tidak di dapat di lokasi kejadian.

      • Ketiga penolong berlutut di sisi penderita yang paling sedikit mengalami cedera.
      • Penolong pertama menyisipkan satu lengan di bawah leher dan bahu lengan penderita, kemudian lengan satunya disisipkan di bawah punggung penderita.
      • Penolong ke dua menyisipkan lengannya di bawah punggung dan bokong penderita.
      • Penolong ke tiga satu lengan disisipkan di bawah bokong penderita dan lengan satunya di bawah lutut penderita.
      • Penderita siap diangkat dengan satu aba-aba.
        Penderita Siap Diangkat

        Penderita Siap Diangkat

      • Angkat penderita di atas lutut ketiga penolong secara bersamaan. Jika terdapat tandu, maka penolong lain menyiapkan tandu di bawah penderita kemudian meletakkan penderita di atas tandu dengan satu aba-aba.
        Penderita Diangkat Di Atas Lutut Ketiga Penolong

        Penderita Diangkat Di Atas Lutut Ketiga Penolong

      • Jika tidak terdapat tandu untuk pemindahan penderita, maka miringkan penderita di atas dada ketiga penolong kemudian ketiga penolong berdiri bersama-sama dengan satu aba-aba.
        Ketiga Penolong Berdiri Bersamaan dengan Satu Aba-Aba

        Ketiga Penolong Berdiri Bersamaan dengan Satu Aba-Aba

      • Ketiga penolong memndahkan penderita dengan melangkah bertahap dengan satu aba-aba.
    2. Pemindahan Dengan Tandu

      Dilakukan oleh 2 (dua) penolong.

      • Kedua penolong berjongkok di masing-masing ujung tandu menghadap ke arah yang sama (ujung kaki penderita sebagai arah depan).
      • Penolong memposisikan kaki pada jarak yang tepat kemudian menggenggam pegangan tandu dengan erat.
      • Punggung lurus, kepala menghadap ke depan dengan posisi netral.
      • Kencangkan otot punggung dan perut penolong dan angkat tandu dengan satu aba-aba.
      • Pindahkan penderita ke tempat yang aman dengan satu aba-aba.
      • Turunkan penderita secara hati-hati dengan mengulang langkah-langkah di atas secara mundur (berkebalikan).
    3. Teknik Angkat Anggota Gerak

      Dilakukan oleh 2 (dua) orang penolong.

      • Masing-masing penolong berjongkok berhadap-hadapan, penolong pertama di ujung kepala penderita, penolong kedua di antara kaki penderita.
      • Penolong pertama mengangkat kedua lengan penderita dengan kedua tangannya.
      • Penolong ke dua mengangkat kedua lutut penderita.
      • Kedua penolong berdiri secara bersamaan dengan satu aba-aba dan mulai memindahkan penderita ke tempat aman.

    Peralatan Pemindahan Penderita

    Tandu Beroda

    Tandu Beroda

    Tandu Lipat

    Tandu Lipat

    Tandu Scoop

    Tandu Scoop

    Tandu Kursi

    Tandu Kursi

    Tandu Basket (Keranjang)

    Tandu Basket (Keranjang)

    Matras Vakum

    Matras Vakum

    Keracunan

    $
    0
    0

    Setiap hari manusia berhubungan dengan bahan yang dapat menjadi racun karena semua zat dalam jumlah tertentu dapat menjadi racun.

    Pengertian racun sendiri ialah suatu zat yang apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan reaksi tubuh yang tidak diingikan bahkan kematian. Reaksi kimia yang terjadi dapat merusak jaringan tubuh ataupun mengganggu fungsi tubuh. Hal tersebut berbeda dengan penggunaan obat dikarenakan reaksi penggunaan obat umumnya sudah diketahui dan diinginkan, namun adakalanya juga reaksi obat menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti gatal, sesak nafas, lemas, mual, dsj.

    Ilustrasi Racun

    Ilustrasi Racun

    Beberapa contoh zat racun antara lain : insektisida (pembasmi serangga), sianida (sering ditemui pada singkong beracun), logam berat (timah hitam pada asap kendaraan bermotor), bisa binatang (bisa ular, kalajengking, dsj) ataupun bahan kimia yang bersifat korosif (dapat menyebabkan luka bakar pada bagian tubuh dalam jika masuk ke dalam tubuh).

    Macam-macam Terjadinya Keracunan

    1. Sengaja Bunuh Diri.

      Penderita sengaja menelan, menghirup ataupun menyuntikkan suatu ibat dalam junlah melebihi dosis pengobatan atau benda lain yang sebenarnya tidak ditujukan untuk dikonsumsi dengan cara-cara tersebut di atas. Sering menyebabkan kematian jika tidak segera mendapat pertolongan. Contoh : minum racun serangga, obat tidur berlebihan, dsj.

    2. Keracunan Tidak Disengaja.

      Terjadi akibat terpapar bahan beracun secara tidak sengaja, contoh :

      • Mengkonsunsi bahan makanan/minuman yang tercemar oleh kuman ataupun zat kimia tertentu.
      • Salah minum yang biasanya dialami oleh anak-anak atau orang lanjut usia yang sudah pikun (misal obat kutu anjing disangka susu, dsj).
      • Makan singkong yang memiliki kadar sianida tinggi.
      • Udara yang tercemar gas beracun, dsj.
    3. Penyalahgunaan Obat.

      Yaitu obat yang dikonsumsi selain untuk pengobatan.

    Jalur Masuk Racun

    1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.

      Umumnya terkait dengan bahan-bahan yang terdapat di rumah tangga.

      • Obat-obatan misalnya obat tidur/penenang yang dikonsumsi dalam jumlah banyak atau diminum dengan bahan lain sehingga menimbulkan keracunan.
      • Makanan yang mengandung racun (misal : singkong beracun), makanan kadaluarsa serta makanan yang tidak dipersiapkan dengan baik/tercemar.
      • Obat nyamuk, minyak tanah, dsj.
      • Makanan/minuman yang mengandung alkohol (minuman keras).
    2. Keracunan melalui pernafasan.

      Umumnya berupa gas, uap dan bahan semprotan.

      • Menghirup gas/udara beracun, misal : gas mobil dalam keadaan mobil tertutup, uap minyak tanah, dsj.
      • Kebocoran gas industri, misal : amonia, klorin, dsj.
    3. Keracunan melalui kulit/kontak (absorbsi).

      Racun yang terserap ada kalanya dapat merusak kulit. Racun yang masuk dari kulit secara perlahan terserap aliran darah.

      • Umumnya zat kimia pertanian seperti insektisida, pestisida maupun zat kimia yang bersifat korosif.
      • Tanaman.
      • Tersentuh binatang yang mengandung racun pada kulitnya ataupun bagian tubuhnya yang lain (umumnya pada binatang yang hidup di air).
    4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.

      Zat racun menembus kulit langsung ke dalam tubuh melalui sistem peredaran darah.

      • Obat suntik, misal : penyalahgunaan obat dan narkotika.
      • Gigitan/sengatan binatang yang mengandung bisa racun, misal : kalajengking, ubur-ubur, dsj.

    Gejala Umum Keracunan

    1. Penurunan respon, gangguan status mental (gelisah, takut, dsj)
    2. Gangguan pernafasan
    3. Nyeri kepala, pusing ataupun gangguan pengelihatan.
    4. Mual ataupun muntah.
    5. Lemas, lumpuh ataupun kesemutan.
    6. Pucat ataupun kulit kebiruan.
    7. Kejang.
    8. Syok.
    9. Gangguan irama detak jantung ataupun pernafasan.

    Gejala Khusus Keracunan

    1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.
      • Mual ataupun muntah.
      • Nyeri perut.
      • Diare.
      • Nafas ataupun mulut yang berbau.
      • Suara parau, nyeri di saluran cerna (mulut dan kerongkongan).
      • Luka bakar atau sisa racun di daerah mulut.
      • Produksi air liur yang berlebih ataupun mulut menjadi berbusa.
    2. Keracunan melalui pernafasan.
      • Gangguan pernafasan ataupun pernafasan.
      • Kulit kebiruan.
      • Nafas berbau.
      • Batuk ataupun suara parau.
    3. Keracunan melalui kulit.
      • Daerah kontak berwarna kemerahan, nyeri, melepuh dan meluas.
      • Syok anafilaktik (gejala alergi yang mengancam nyawa yang dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, melebarnya pembuluh darah, naiknya denyut nadi, menurunnya tekanan darah, menyempitnya saluran nafas, ruam pada kulit, mual dan anggota gerak yang hangat.
    4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.
      • Luka di daerah suntikan ataupun gigitan berupa luka tusuk atau bekas gigitan.
      • Nyeri pada daerah sekitar suntikan ataupun gigitan dan kemerahan.

      Pada kasus gigitan ular :

      • Demam.
      • Mual dan muntah.
      • Pingsan.
      • Lemah.
      • Nadi cepat dan lemah.
      • Kejang.
      • Gangguan pernafasan.

    Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Pada Kasus Keracunan Umum

    1. Amankan tempat kejadian.
    2. Pengamanan penolong dan penderita apabila diketahui zat racun berupa gas.
    3. Keluarkan penderita dari daerah yang berbahaya.
    4. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) dan lakukan resusitasi jantung paru (RJP) bila perlu.
    5. Periksa jalan nafas apabila respon penderita menurun ataupun jika penderita muntah.
    6. Berikan oksigen bila ada.
    7. Amankan pembungkus, sisa muntahan dan sejenisnya untuk identifikasi jenis racun.
    8. Periksa tanda vital secara berkala (nafas dan nadi) dan rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

    Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Pada Kasus Keracunan Khusus

    1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.
      • Turunkan kadar kekuatan racun dengan pengenceran dengan cara memberi minum susu ataupun air sebanyak-banyaknya maupun memberi anti racun umum yaitu norit ataupun putih telur (JANGAN BERIKAN SUSU PADA KERACUNAN YANG DIKETAHUI KARENA ZAT YANG MENGANDUNG FOSFAT !!!).
      • Lakukan rangsangan-rangsangan muntah untuk mengeluarkan racun dari dalam lambung dimana cara ini hanya efektif 2 (dua) jam pertama saat kejadian. Namun jangan lakukan rangsangan muntah pada keracunan yang menelan asam/basa kuat, menelan minyak, penderita kejang ataupun ada riwayat kejang dan penderita yang tidak sadar atau mengalami gangguan kesadaran.
    2. Keracunan melalui kulit.
      • Buka baju penderita yang terkena.
      • Siram bagian yang terkena racun dengan air sekurang-kurangnya selama 20 menit (bila racun berupa serbuk maka sikat dahulu sebelum menyiram dengan air dan jangan lakukan penyiraman jika diketahui racun bereaksi kuat dengan air). Posisikan penolong agak jauh dari bagian tubuh penderita yang terkena racun untuk menghindari kontaminasi.
    3. Gigitan ular.
      • Amankan diri penolong dan tempat kejadian.
      • Tenangkan penderita.
      • Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
      • Rawat luka serta pasang bidai bila diperlukan.
      • Pasang (ikat) pembalut elastis pada daerah gigitan.
      • Jika tidak berbahaya bawa ular yag menggigit untuk identifikasi jenis racun.
      • Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

    Pertolongan Korban Banyak (Triage)

    $
    0
    0

    Pertolongan korban banyak dapat dinyatakan jika jumlah korban (penderita) sekurang-kurangnya ialah sebanyak 3 (tiga) orang atau jumlah korban (penderita) melebihi jumlah tim penolong itu sendiri.

    Tindakan/proses yang umum digunakan dalam pertolongan korban banyak ialah triage (baca : triase). Triage berasal dari bahasa Perancis yang artinya memilih/memilah (mensortir). Triage berarti melakukan penilaian penderita, menandainya dan meemindahkan penderita ke lokasi perawatan yang sudah ditentukan.

    Pelaksanaan triage ialah dengan memberi tanda (label) dengan warna tertentu pada korban (penderita).

    Prioritas Pertolongan Korban Banyak (Triage)

    1. Prioritas I (Tertinggi)

      Merupakan golongan cedera atau penyakit yang mengancam nyawa namun masih bisa diatasi. Yaitu korban (penderita) yang berada dalam kondisi kritis seperti gangguan pernafasan, perdarahan yang belum terkendali ataupun perdarahan besar dan penurunan status mental (respon).

    2. Prioritas II (Sedang)

      Merupakan golongan yang perlu pertolongan. Yaitu korban (penderita) luka bakar tanpa gangguan pernafasan, nyeri hebat setempat, nyeri pada beberapa lokasi alat gerak termasuk bengkak ataupun perubahan bentuk lainnya, cedera punggung, dsj.

    3. Prioritas III (Rendah)

      Merupakan golongan cedera relatif ringan, tidak memerlukan banyak bantuan, dapat menunggu pertolongan tanpa menjadikan cedera bertambah parah atau dengan kata lain golongan yang pertolongannya dapat ditunda atau korban (penderita) yang mengalami cedera namum masih sanggup berjalan sendiri. Yaitu korban (penderita) yang mengalami nyeri biasa pada alat gerak, sedikit bengkak dan perubahan bentuk, cedera jaringan lunak ringan, dsj.

    4. Prioritas IV (Paling Akhir/Terakhir)

      Golongan cedera mematikan atau korban (penderita) yang telah meniggal. Misal : cedera kepala yang terpisah dari badan atauupun cedera lain yang secara manusia tidak dapat ditolong.

    Tanda (Label) Triage

    Secara umum, tanda (label) triage dilambangkan dengan warna HIJAU, KUNING, MERAH dan HITAM. Tanda (label) triage beragam baik dari segi bentuk, ukuran, model, bahan dan warna. Bentuknya mulai dari kartu berwarna saja, kartu dengan bermacam warna yang dapat ditandai, pita, pita khusus, tali berwarna, dsj. Bila bahan warna tidak dapat ditemukan, maka dapt menggunakan bahan lain yang berwarna makna sama dengan triage seperti pakaian, kain, pembungkus, dsj.

    Contoh Kartu Triage

    Contoh Kartu Triage

    Prioritas Pertolongan dengan Label

    Hubungan prioritas pertolongan dengan label dapat digambarkan sebagai berikut :

    1. HIJAU : Prioritas III.
    2. KUNING : Prioritas II.
    3. MERAH : Prioritas I.
    4. HITAM : Prioritas IV.

    Pelaksanaan (Tata-Cara) Triage

    Di lokasi kejadian, tim penolong menyiapkan pos-pos pertolongan sesuai dengan label (prioritas) korban (penderita).

    1. Pemilihan Korban (Penderita) Yang Dapat Ditunda Pertolongannya.

      Penolong mengenali dan mengelompookkan para korban (penderita) yang masih mampu berjalan dan memberi label warna HIJAU kemudian mengarahkan ke pos pertolongan yang sesuai. Walaupun korban (penderita) masih mampu berjalan, penolong wajib mengarahkan supaya tidak terpencar. Adakalanya beberapa korban kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu proses pertolongan.

    2. Pemeriksaan Pernafasan.

      Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu berjalan dan lakukan penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis (tidak terlalu menghabiskan banyak waktu pada proses penilaian). Apabila korban (penderita) tidak bernafas, maka bersihkan dan buka jalan nafas. Apabila korban (penderita) masih tidak bernafas, maka beri label warna HITAM. Apabila korban (penderita) mampu bernafas kembali, maka lakukan penilaian pernafasan dimana jika korban dalam waktu 5 (lima) detik mampu bernafas 3 (tiga) kali hembusan secara konstan maka beri label warna MERAH dan apabila kurang dari itu lanjutkan ke langkah nomor 3 (tiga) di bawah. Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

    3. Penilaian Sirkulasi.

      Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban (penderita). Jika tidak ada nadi, maka beri label warna MERAH dan jika ada maka lanjutkan ke langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

    4. Penilaian Mental.

      Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang cukup dan sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban (penderita) dengan cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti perintah sederhana seperti menggerakkan jari atau mengarahkan pandangan mata ke arah tertertu, dsj. Jika korban (penderita) mampu mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna KUNING dan apabila korban (penderita) tidak mampu mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna MERAH. Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

    Di pos pertolongan masing-masing, akan dilakukan penilaian ulang secara lebih teliti. Apabila terdapat perubahan kondisi (prioritas) pada korban(penderita), maka label diganti sesuai dengan kondisi/keadaan korban (penderita). Korban (penderita) yang memerlukan pertolongan lanjutan segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

    Diagram Alir Pertolongan Korban Banyak (Triage)

    Diagram Alir Pertolongan Korban Banyak (Triage)

    Diagram Alir Pertolongan Korban Banyak (Triage)

    Contoh Form Daftar Dokumen Induk K3

    $
    0
    0

    Formulir Daftar Dokumen Induk K3 digunakan untuk mengidentifikasi dokumen-dokumen apa saja yang digunakan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Formulir ini juga bermanfaat untuk mengendalikan dokumen-dokumen K3 yang terdistribusi dalam penerapan Sistem Manajemen K3.

    Identifikasi dokumen memuat antara lain :

    1. Jenis dan Tingkatan (Level) Dokumen K3.
    2. Nomor Dokumen K3.
    3. Tanggal Terbit Dokumen K3.
    4. Judul Dokumen K3.
    5. Nomor Revisi Dokumen K3.
    6. Tanggal Revisi Dokumen K3.
    7. Penyusun Dokumen K3.
    8. Pemberi Persetujuan Dokumen K3.
    9. Penanggung Jawab Perawatan dan Penyimpanan Dokumen K3.
    10. Lokasi Penyimpanan Dokumen K3.
    11. Masa Simpan Dokumen K3.
    12. Keterangan lain-lain yang relevan dengan dokumen K3.

    Beberapa Jenis dan Tingkatan (Level) Dokumen K3 antara lain :

    1. Dokumen Tingkat I (Satu) : Pedoman (Manual) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
    2. Dokumen Tingkat II (Dua) : Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
    3. Dokumen Tingkat III (Tiga) : Instruksi Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
    4. Dokumen Tingkat IV (Empat) : Formulir/Catatan/Rekaman/Laporan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
    5. Dokumen Tingkat IV (Lima) : Pengumuman dan Surat-Menyurat.

    Diharapkan dengan formulir ini, petugas K3 dapat dengan lebih mudah mengidentifikasi serta mengelola dokumen-dokumen apa saja yang digunakan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

    Selamat bekerja, semoga barokah untuk semua. Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja :-)

    Download Formulir Daftar Dokumen Induk K3:

    P-FRM-K3-000 Daftar Dokumen Induk K3.doc (87,5 Kb)

    Contoh Formulir Daftar Dokumen Induk K3 :

    Contoh Formulir Daftar Dokumen Induk K3

    Contoh Formulir Daftar Dokumen Induk K3

    Viewing all 57 articles
    Browse latest View live